Tentang Taqlid – Konsep Bemadzhab

Definisi Taqlid menurut istilah adalah mengambil pendapat pihak lain tanpa mengetahui dalilnya. Maksudnya mengamalkan pendapat tersebut tanpa mengetahui dasar hukumnya (Ushul al fiqh al islami li al zuhayli, juz 2 hal 1120) 

Kewajiban Taqlid dalam masalah fiqh

Ulama ahlus sunnah wal jama’ah sepakat bahwa wajib taqlid bagi yang tidak memiliki kemampuan  berijtihad untuk taqlid pada salah satu madzhab yang boleh diikuti. ketentuan tersebut sebagaimana termaktub denga jelas diberbagai kutub as-salaf, seperti al dibaj karya ibnu farhun, ‘umdah al murid karya al luqani, dan lain sebagainya. Bahkan kewajiban tersebut sudah merupakan ma’lum dloruri (yang lazim diketahui oleh semua kalangan).

Syarat-syarat Taqlid

Ibnu Hajar dan ulama lain menyimpulkan ada 6 keabsahan taqlid:

  1. Madzhab yang diikuti harus mudawwan (terbukukan)
  2. Muqollid (orang yang taqlid) harus mengetahui betul semua syarat-syarat dan ketentuan madzhab yang diikuti
  3. Pendapat yang diikuti tidak bertentangan dengan nash al Qur’an, al Hadist, al Ijma’ dan al Qiyas al jali
  4. Tidak mencari-cari pendapat yang ringan saja (tattabu’ al rukhosh)
  5. Harus konsisten dengan pendapat yang diikuti dalam satu permasalahan
  6. Tidak menimbulkan talfiq (mencampur adukkan satu pendapat dengan yang lainnya)

kemudian bolehkah bertaqlid selain pada 4 madzhab yang diakui (imam hanafi, imam maliki, imam syafi’i dan imam hanbali) ?

setidaknya ada 3 pendapat tentang masalah ini:

  1. mayoritas ulama’ muta’akhirin tidak memperbolehkan secara mutlaq, mempertimbangkan bahwa madzhab tersebut tidak memiliki konsep yang jelas
  2. Versi al Izz bin ‘Abd Salam dan Ibnu Hajar dalam kitab al Tuhfah, diperbolehkan jika diketahui penisbatannya pada madzhab terkait, sehingga jelas pula konsep-konsepnya
  3.  Versi sebagian ulama, Boleh dengan syarat diketahui penisbatannya pada madzhab terkait dan hanya diamalkan untuk diri sendiri, bukan dalam konteks fatwa dan qadha’ (pemutusan hukum)

lalu bagaimana dengan orang awam, apakah harus bertaqlid dalam menjalani aktivitasnya?

Pada dasarnya segala bentuk amal perbuatan yang dilakukan seorang mukallaf harus didasari dengan taqlid terhadap madzhab tertentu. Haram hukumnya melakukan aktivitas apapun sebelum mengetahui hukumnya. Hanya saja, keharaman tersebut berlaku bagi orang yang punya cukup waktu untuk digunakan belajar. Sementara jika tidak memungkinkan, seperti sibuk dengan urusan nafkah keluarga, maka hal tersebut todak menimbulkan dosa. Ketentuan ini hanya melihat dari sisi dosa dan tidaknya ketika meninggalkan taqlid. Sementara tentang keabsahan aktivitas yang dilakukan, yang kebetulan  sesuai dengan salah satu madzhab yang diakui, terdapat beberapa pendapat:

  1. Pendapat mayoritas ulama, di antara nya sayyid Sulaiman bin yahya dan sayyid Umar menyatakan sah secara mutlak. hal ini adalah bentuk kelapangan syariat terhadap hamba-hamba Alloh
  2. Pendapat kedua, Tidak sah secara mutlak
  3. pendapat ketiga, sah dalam urusan muamalah saja, bukan persoalan ubudiyah. Pendapat ini mempertimbangkan bahwa dalam muamalah tidak membutuhkan niat, berbeda dengan ubudiyah yang membutuhkan niat (Bughyah al Mustarsyidin, al haramain; hal. 9-10)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *