Kajian “Ruh dan Akal”



RUH

Para cendekiawan muslim enggan mendefinisakan hakikat ruh, mereka mengakui bahwa hakikat ruh merupakan rahasia ilahi yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. Keberadaan ruh dapat dirasakan dengan bukti bahwa adanya hidup dan berkembangnya jasad, demikian juga hilangnya ruh dapat disaksikan dengan hadirnya kematian (Dr. Sa’id Ramdlan al Buthi, Muhadloroh fi al fiqh al muqorin).

Kata ruh dalam al Qur’an hanya dalam jumlah yang relatif sedikit, namun memiliki arti yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

  1. memiliki arti wahyu seperti dalam surat al syuro ayat 52
  2. memiliki arti keteguhan, kemantapan, dan pertolongan seperti dalam surat al mujadalah ayat 22
  3. memiliki arti malaikat jibril seperti dalam surat as syu’aro ayat 193
  4. ruh sebagaimana dalam ayat yang mengisahkan tentang pertanyaan yahudi pada rasul, terletak pada surat al isra’ ayat 85
  5. ruh berarti Nabi Isa bin Maryam seperti dalam surat al- Nisa’ ayat 171

meskipun banyak kalangan mencoba memberikan gambaran tentang hakikat ruh, namun belum ada yang menyingkap hakikat ruh. Ibnu Taimiyah menengarai bahwa meskipun masih terjadi silang pendapat mengenai hakikat ruh, namun ulama’ dari kalangan ahli sunnah sepakat bahwa ruh adalah unsur yang baru diciptakan (ibn Qosim al jauziyah, al Ruh). Muqotil Ibn Sulaiman berpendapat bahwa dalam diri manusia terdapat hayat, ruh, dan nafs. hayat adalah temperatur suhu badan yang merupakan sifat pembawaan tubuh, ruh adalah sebuah unsur yang berada dalam jasad, sementara nafs adalah jiwa yang berada dalam tubuh dan keluar masuk dengan bernafas. Jika manusia tidur maka nafs yang berfungsi merekam setiap insiden, keluar dari jasad namun tidak sampai berpisah darinya, ia keluar laksana dadung, memanjang, yang tersebar dari luar, ia dapat melihat mimpi yang dialami oleh jasadnya, lalu ia mengirim info tentang mimpi tersebut pada ruh untuk diinformasikan kepada jasadnya setelah ia terjaga, sementara ruh dan hayyat masih tetap berada dalam jasad


AKAL

Karunia akal dapat mengantarkan manusia mengenal Tuhan setelah bertafakkur dan menganalisa keajaiban-keajaiban makhluqNya, juga sebagai sarana menggali aturan-aturan yang tertera dalam al Qur’an.

Manusia adalah makhluq yang berpikir. Dalam diri manusia terdapat otak yang begitu sangat menakjubkan yang terbagi menjadi otak kanan yang berfungsi menghasilkan pikiran-pikiran kreatif, imajinatif, dan intuitif, kemudian otak kiri yang mengendalikan logika, analitik, dan verbal, dan juga dalam otak terdapat juga lima puluh milyar sel dengan berat total hanya 420 gr dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan otak yang begitu menakjubkan. Akan tetapi walaupun begitu menakjubkan dengan hal itu, manusia masih belum cukup mengantarkan manusia menjadi insan kamil,  ia masih membutuhkan ajaran agama yang telah dianugrahkan pada setiap manusia (kecerdasan spiritual)

Para pakar masih berbeda pendapat tentang ruang akal manusia. Sebagian dari mereka mengemukakan argumen bahwa keberadaan akal didalam jantung, seperti dalam surat al qof ayat 37 , surat al hajj ayat 46, surat muhammad ayat 24 dalam ayat-ayat ini terdapat lafadz qolbu yang menginterpretasikan sebagai akal pikiran. Selain ayat diatas, kalangan kelolmpok mutakallimin (pakar teologi) bertendensi pada hadist yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir:

 أَلاَ وَإِنَّ فِى الجَسَدِ مُضْغَةً إِذاَ صَلحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ, إذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ

“ingatlah bahwa didalam jasad terdapat segumpal daging, jikalau segumpal daging tersebut baik maka seluruh organ tubuhpun baik, sebaliknya jika ia buruk maka buruk pula seluruh organ anggota tubuh itu, segumpal daging tesebut adalah hati”

Dan hadist yang disampaikan oleh sayyidina ‘Ali:

  إِنَّ العَقْلَ فِى القَلْبِ وَإِنَّ الرّحِمَ فِى ألكَبِدِ وَإنَّ الرَأْفَةَ فِى الطِّحَالِ وَإِنَّ النَّفْسَ فِى الرِّئَةِ

   “kecerdasan berada dalam jantung, kasih sayang berada dalam hati, belas kasih berada dalam limpa dan kelapangan berada dalam paru-paru”

lebih lanjut dia memaparkan logika ilmiyahmya, bahwa stabilitas hati seseorang sangat tergantung dengan stabilitas otaknya.

Sedang kalangan ahli logika dan kedokteran menjadikan pemaparan yang telah disampaikan sebagai bukti kuat bahwa akal manusia berada di kepala

 

2 thoughts on “Kajian “Ruh dan Akal”

  1. Ngapunten pak baha’ ndere’aken tanglet 🙏
    Jikalau manusia sudah dianugerahi dengan adanya akal yg sehat, jiwa yg sehat, cerdas secara intelektual maupun spiritual. Namun mengapa masih banyak dari mereka yg melanggar aturan yg bertentangan dg hukum maupun agama ?
    Dan kebanyakan orang² seperti itu adalah mereka yang sudah mengetahui kalau yg dilakukan itu salah, namun mengapa masih terus dilakukan?
    Apakah itu artinya akal dan jiwa yang sehat tidak bisa menjadi sebuah jaminan bagi seseorang akan bisa berbuat sesuai dengan semestinya?

    Matur nuhun sanget pak baha’ 🙏

    1. @debyta
      memang benar apa yang sampean jelaskan, akal dan jiwa belum tentu menjadi sebuah jaminan bagi seseorang.
      jika nafsu lebih besar daripada akal, maka seseorang lebih memilih melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan agama, seperti contoh pelanggaran berlalu-lintas (hukum), meremehkan ibadah sunnah, shodaqoh paling kecil (agama) dll
      sedang cerdas secara intelektual tanpa didampingi spritual maka akan melahirkan para koruptor, pemimpin yang tidak amanah dll
      kalaupun manusia tersebut cerdas intelektual dan spiritualnya dan masih melakukan pelanggaran hukum dan agama, berarti belum sempurna kecerdasan tersebut.
      kesimpulannya: manusia hanya diberikan kelebihan akal yang potensinya lebih besar, jika manusia mampu menggunakannya dan memanfaatkannya serta didampingi dengan kecerdasan spiritual

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *