KH. AHMAD MUZAJJAD FAQIHUDDIN

BIOGRAFI ULAMA’ KABUPATEN NGANJUK

(KH. AHMAD MUZAJJAD FAQIHUDDIN)

Oleh: Mohammad Afrizal (MA Miftahul Ula Nglawak-Kertosono)

 

KH. Ahmad Muzajjad Faqihuddin atau lebih akrab dipanggil “Mbah Jad” adalah putra 1 dari 10 bersaudara. Menurut Mbah Syakur dari catatan pinggir di Kitab Tafsir, menemukan tulisan sekitar tahun 1930an (ada yang mengatakan tahun 1928) Hari Jum’at, beliau dilahirkan. Ayah Mbah Jad bernama KH. Faqihuddin dan Ibu bernama Nyai Hj. Musrifah. Dan dari rahim Ibunyalah nasab Mbah Jad bersambung dengan dzuriyah Pondok Pesantren Lirboyo. Ibu Nyai Hj. Musrifah ialah anak dari KH. Abdul Rasyid istrinya Bu Nyai Amnah, Nyai Amnah mempunyai keturunan menyambung ke KH. Sholeh, Banjar Melati mertua KH. Abdul Karim pendiri pondok pesantren Lirboyo. Sedang dari Ayah Mbah Jad sambung sampai Sunan Bejagung.
Dari Bapak Misbahul Munir (Lurah Pondok Al Faqihi), saat mengaji Mbah Jad juga kadang menceritakan perjalanan ketika beliau mondok di Lirboyo, Beliau mondok di Lirboyo setelah tamat SD (istilah jaman sekarang). Hal ini sama dengan keterangan dari dzurriyah, bahwa Mbah Jad mondok dari tahun 1948 dan pada tahun 1985/1986 beliau baru kembali ke pengkol meneruskan perjuangan ayahnya. Akan tetapi beliau masih mengajar aktif di Pondok Lirboyo Kediri, dan pada tahun 1989 (belum jelas) mulai aktif berdakwah mengajar di Pondok Pengkol Al Faqihi.
Selama di Pondok Lirboyo beliau menjadi santri dari Mbah Yai Karim, Mbah Yai Marzuki, Mbah Yai Mahrus yang dikenal sebagai 3 tokoh pendiri Pondok Lirboyo. Seperti yang disampaikan Bapak Misbahul Munir, Mbah Jad adalah santri yang sangat Ta’dzim pada guru dan keluarga gurunya. Mbah Jad ketika ijin pulang ke rumah dan kembali ke pondok selalu membawakan oleh-oleh apa yang disukai guru-gurunya. Mbah Jad sendiri tahu apa yang disukai dan apa yang tidak disukai guru-gurunya. Beliau Mbah Jad juga selalu tirakat saat mondok bahkan sampai wafat, yang terkenal dengan ngrowot. Memang Mbah Jad hanya mondok di Lirboyo saja, bahkan sampai menjadi Mustahiq (wali kelas), Kepala Pondok, PULT (kepala kelistrikan pondok), beliau benar-benar berkhidmah di Pondok Lirboyo.
Murid-murid beliau saat menjadi mustahiq di Lirboyo antara lain, KH. Said Aqil Sirodj (PBNU), Alm KH. Maftuh Bastul Birri (Pendiri Pondok Huffadz Klodran Kediri), KH. Musthofa Aqil, KH. Nur Muhammad Iskandar (Jakarta), Almarhum KH. Bahrul Ulum Marzuki dan masih banyak lagi. Mbah Jad di pondok lebih mengutamakan istiqomah, pernah suatu ketika kamar di pondok ada yang terkena musibah kebakaran salah satunya adalah kamarnya Mbah Jad, dan saat api padam hanya kitab-kitab Mbah Jad yang tidak terbakar. Suatu ketika ada kyai yang sowan menanyakan hal tersebut dan dijawab oleh Mbah Jad, ternyata Beliau sedang beristiqomah wirid asma’ul husna.
Berpuluh-puluh tahun Mbah Jad mondok di Lirboyo, dan kemudian berpamitan kepada Yai Marzuki “Aku ora boyong, aku pindah kamar neng ngisor pring”. Di tempat inilah beliau riyadloh mengajarkan ilmu agama kepada santri dan masyarakat yang dikenal dengan Pondok Pesantren Al Faqihi Pengkol.

PERJALANAN DAKWAH

Mbah Jad adalah sosok yang dermawan (loman), kedermawaannya beliau tularkan kepada siapapun. Dimulai dari keluarga, santri, masyarakat, dan pada orang yang ia tak kenal pun ia terapkan. Bahkan, pernah pada sebuah kumpulan Bani Hasan Mujjahid (Keluarga Mbah Jad), beliau berikan kepada 1000 orang yang hadir di acara tersebut. Padahal beliau bukanlah orang yang kaya, bahkan beliau terbilang sosok yang sangat sederhana, rumahnya saja hanya sepetak tanah yang hanya cukup digunakan untuk istirahat. Di pondok pengkol, santri tidak dipungut biaya kecuali biaya listrik saja dan saat ada acara keagamaan seperti Maulid Nabi dll, tidak pernah memungut biaya dari masyarakat. Setiap tahun di bulan Muharram Mbah Jad menyisihkan sebagian rejeki diberikan pada yatim piatu, janda-janda tua dan itupun beliau titipkan kepada para santri (shodaqoh sirri). Dan tiap tahun menghajjikan badal bagi keluarga yang sudah meninggal yang belum sempat naik haji, “Beliau selalu mendata keluarga yang telah meninggal dan belum sempat naik haji kemudian Beliau hajikan badal, kata kang santri”.
Mbah Jad adalah ulama’ yang lengkap keilmuwannya, dengan menguasai 12 fan keilmuwan dari fiqh, nahwu, shorof, badi’, ma’ani, qowafi, arudhl, falak dll. Beliau juga Wira’i serta Zuhud, dengan sifat beliau yang loman dan istiqomah tirakat ngrowot. Beliau saat ngaji pernah dawuh كُلُّ شَيْءٍ مَهْرٌ (setiap sesuatu ada maharnya), maksudnya ketika menginginkan sesuatu harus ada tebusannya. Ketika ingin mendapatkan ilmu, harus menirakati ilmu itu agar hasil ilmunya. Seperti yang terlaku di pondok pengkol yang santrinya semua ngrowot, setiap hari riyadhoh istighosah dari jam 24.00 sampai jam 03.00, menghukumi wajib untuk sholat berjamaah sholat 5 waktu, istiqomah sholat tahajjud, sholat dhuha .

Kedermawanan, Sifat Wira’I, dan Zuhud dalam keseharian selalu beliau tunjukkan kepada santri-santrinya, seperti halnya beliau selalu memasak sendiri masakan suguhan untuk tamu, bahkan setelah ngaji bersama masyarakat selalu ada suguhan tahu goreng, tempe goreng, ketela yang Beliau masak sendiri. Beliau selalu memberi contoh terlebih dahulu kepada santri-santrinya. Dan disaat waktu senggang beliau selalu istiqomah muthola’ah kitab dan wirid tersendiri, Beliau tidur -+ hanya 3 jam satu hari. Mbah Jad sangat memperhatikan kehalalan makanan, Beliau ketika mendapatkan uang akan sangat berhati-hati ketika mentasarufkannya, Beliau membagi uang dan diletakkannya di dalam kardus, dan diatas kardus ada tulisan halal, syubhat, tidak jelas, untuk janda-janda, untuk yatim piatu. Padahal Beliau tidak punya apa-apa (motor, mobil, HP, TV) pakaian hanya sekedar, hanya punya sepeda yang digunakan untuk mengajar dan belanja kebutuhan sehari-hari. Beliau juga istiqomah berziarah maqam auliya’ setiap 40 hari (selapan pisan), terutama ke Syekh Jumadil Kubro dan Sunan Ampel. Hal ini juga disampaikan kepada santri-santrinya agar mengadakan agenda ziarah maqam auliya’ dan jangan sampai terputus.
Semasa hidup, Beliau mengajarkan santri dari pagi pelajaran ilmu alat nahwu shorof, kemudian pada siang dan sore ngaji kitab bandongan, setelah maghrib dan isya’ ilmu Al Qur’an dilanjut ngaji bandongan bersama santri muqim dan santri yang tidak muqim, serta istigosah bersama santri disetiap harinya. Terkadang juga ada kyai desa yang ngaji khusus kepada Beliau.

WAFATNYA KYAI KHARISMATIK

Mbah Jad adalah salah satu kyai yang tidak menikah, selama hidupnya Beliau gunakan mengajar ilmu agama, beribadah, khidmah pondok dan masyarakat (nirakati santri dan masyarakat khususnya Indonesia), banyak sekali santri yang telah lulus dari Pondok Pengkol menjadi kyai, ulama’ ataupun tokoh-tokoh berpengaruh di masyarakatnya.
Hari selasa Mbah Jad berkata kepada santrinya “Cah wetengku kog murus terus”,dan pada hari Jum’at, saat mengimami sholat shubuh, beliau jatuh dari pengimaman, kemudian sakit sampai hari Minggu, 11 Juli 2021 ( 1 Dzulhijjah) Beliau wafat pada umur 92 tahun. Semoga Alloh menjadikan surga sebagai tempatnya di hari akhir. Aamin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *